Rok batik wiru depan merupakan salah satu jenis bawahan yang telah populer sejak lama di kalangan masyarakat Jawa. Kini, keberadaannya kembali mencuri perhatian bahkan semakin populer. Terutama seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan budaya, khususnya berkaitan dengan busana tradisional.
Menariknya, rok wiru tak hanya digemari oleh orang tua atau penikmat budaya saja. Namun juga mulai dilirik para generasi muda, baik untuk keperluan formal maupun kasual. Kendati begitu, tak banyak yang tahu jika rok ini bukan sekadar padu padan kain dan jahitan. Di balik lipatan-lipatan halusnya, tersimpan nilai-nilai filosofis yang mendalam.

Mengenal Model Rok Batik Wiru Depan
Secara harfiah, istilah “wiru” atau “wiron” merujuk pada lipatan-lipatan kecil yang tersusun rapi di salah satu ujung kain batik. Lipatan tersebut tidak dibuat secara asal, melainkan punya aturan khusus. Setiap wiron memiliki ukuran dan posisi tertentu serta jumlahnya harus ganjil, seperti 7, 9, atau 11. Konon, semakin banyak lipatannya, maka akan semakin bagus.
Proses pembuatan wiron sangatlah teliti. Biasanya bermula dengan melipat secara vertikal sesuai garis lurus kain. Setiap lipatan kecil-kecil wajib ditekan agar membentuk garis yang tegas serta rapi. Setelah semua lipatan selesai, kita perlu menjepitnya dengan penjepit khusus untuk menjaga bentuknya tetap presisi.
Di masa lalu, membuat wiru adalah keterampilan dasar bagi perempuan Jawa. Mereka dengan telaten menyusun wiron sendiri sebelum mengenakan kain batik sebagai pasangan kebaya. Namun kini, untuk efisiensi, banyak rok wiru yang sudah siap pakai.
Kian banyak desainer maupun pelaku UMKM yang memproduksi rok batik wiru depan dalam berbagai model maupun ukuran. Roknya pun kini sangat mudah kita temukan baik di toko-toko busana tradisional, butik, maupun platform penjualan online.
Bisa untuk Pria dan Wanita
Meski lebih identik dengan busana perempuan, sebenarnya rok batik wiru juga dikenakan oleh pria dalam adat Jawa. Hanya saja, terdapat perbedaan dalam teknik pembuatan maupun filosofi di balik penggunaannya.
Bagi pria, lipatan wiron harus memiliki ukuran lebih besar, sekitar 5–7 cm setara dengan selebar tiga jari. Ini melambangkan keberanian dan ketegasan. Lipatan terakhir atau tutupan wirunya mengarah ke kiri.
Sementara khusus wanita, lipatan wiron sedikit lebih kecil, hanya sekitar 4 cm atau selebar dua jari saja. Sementara tutupan rok mengarah ke sisi kanan. Ini melambangkan kelembutan dan kesantunan.
Perbedaan ini juga tampak dalam upacara adat seperti pernikahan. Biasanya, mempelai pria berdiri di sisi kanan. Sedangkan wanita di sebelah kiri. Saat mereka berdiri berdampingan, arah wiru yang saling bertemu di bagian tengah menjadi simbol penyatuan dua jiwa dalam keharmonisan.
Perbedaan Wiru Jogja dan Solo
Seperti telah tertera sebelumnya, di pasaran, rok batik wiru depan hadir dalam berbagai gaya, motif dan ukuran. Namun ada ciri khas yang paling terkenal dari model rok ini yakni gaya Yogyakarta dan Surakarta (Solo).
Meskipun sekilas terlihat sama, ada perbedaan mencolok di antara keduanya. Terutama dalam penanganan bagian pinggiran kain atau tumpal. Pada gaya Jogja misalnya, tumpal dibiarkan terlihat secara utuh dan tidak terlipat ke dalam rok. Hal ini menjadi simbol keterbukaan dan ketegasan.
Sedangkan pada gaya Solo, tumpal justru terlipat ke dalam supaya tidak tampak dari luar. Konon demi mencerminkan sikap halus, tertutup, dan penuh rasa hormat. Dalam penjelasan di YouTube Hilma Oktaviana, dasar kain jarik ala Jogja umumnya berlatar belakang putih. Di sisi lain, model Solo cenderung berwarna coklat atau kuning.
Kedua gaya ini memiliki nilai estetika dan filosofi masing-masing. Sehingga pemilihan gaya biasanya harus kita sesuaikan dengan acara serta preferensi pribadi maupun keluarga.
Fungsi Rok Wiru di Era Modern
Di zaman modern seperti sekarang, rok batik wiru depan tidak hanya terbatas pada acara adat atau seremoni kerajaan. Pasalnya, rok ini banyak masyarakat gunakan dalam berbagai kesempatan. Mulai dari busana pernikahan, acara kondangan, hingga pelengkap setelan among tamu.
Banyak institusi, baik pemerintahan maupun pendidikan khususnya DIY, juga menjadikan rok wiru sebagai bagian dari seragam resmi dalam kegiatan tertentu.
Bahkan di dunia mode kontemporer, rok wiru kerap pengguna kombinasikan dengan atasan modern. Seperti halnya blazer, outer panjang, atau kebaya modifikasi, menjadikannya busana yang fleksibel serta penuh gaya.
Secara keseluruhan, rok batik wiru depan bukan sekadar potongan kain sebagai bawahan semata. Melainkan cerminan nilai budaya, estetika dan filosofi hidup masyarakat Jawa. Jadi, tak ada salahnya menjadikan rok wiru sebagai bagian dari gaya berpakaian kita. Ini bukan berarti ketinggalan zaman, melainkan ikut menjaga warisan yang tak ternilai. /Edit